Search This Blog

Thursday, June 28, 2012

DOKTER, DEDIKASI “DIA-DIKASIH” UNTUK BANGSA


Senyum, ya, hal itulah yang saya lakukan secara spontan ketika melihat contoh penggunaan kata dedikasi pada Kamus Besar Bahasa Indonesia. Bagaimana tidak? Contoh penggunaan yang tertera pada kamus tersebut adalah “dokter itu berdedikasi pada ilmunya (profesinya)”[1]. Bahkan ketika orang pertama kali mencari arti kata dedikasi pada kamus besar yang berisi seluruh kata dalam bahasa Indonesia dan dijelaskan dengan komprehensif arti dan contoh penggunaannya, profesi yang akan teringat adalah dokter, sebagai orang yang berdedikasi.

Jelas yang dapat mendedikasikan dirinya untuk bangsa bukan hanya dokter, seluruh profesi pun bisa dijadikan sarana untuk berdedikasi kepada bangsa jika memang pemilik profesi tersebut memiliki tujian yang mulia. Kita bisa mengambil profesi satpam sebagai contohnya. Mungkin banyak dari kita yang mencibir profesi tersebut seraya berkata, “Ah, tidak ada satpam pun semuanya akan tetap aman kok, paling yang mereka kerjakan hanya duduk, diam, merokok.” Memang benar, tugas mereka hanyalah menjaga, jika ada sesuatu yang salah, barulah mereka berindak, namun coba tanya pada diri kita sendiri, apakah kita mau menjadi satpam? Apakah kita mau menjaga ketertiban dan keamanan daerah yang ditugaskan kepadanya untuk dijaga? Jika di negeri kita ini tidak ada satpam, saya yakin, polisi pun enggan jika harus berpencar menjaga sebuah tempat kecil, dan hasilnya tempat itu pun, jika tidak ada satpam yang ingin mendedikasikan dirinya demi keamanan, tidak akan ada yang dapat menjamin keamanan. Profesi sederhana? Mungkin terlihat seperti itu, namun tanggung jawabnya besar.

Lalu untuk arti kata dedikasi sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pengorbanan tenaga, pikiran, dan waktu demi keberhasilan suatu usaha atau tujuan mulia[2]. Dan kata dedikasi ini pun sangat erat hubungannya dengan kata pengabdian. Arti dedikasi pada kamus tersebut pun sebenarnya sudah sangat jelas dan konkret, namun jika saya merasa jika saya memilih judul “Dokter, dan dedikasinya untuk bangsa” sebagai judul tulisan saya kali ini, kata dedikasi pada kalimat tersebut mungkin bagi sebagian orang masih akan terasa terlalu luas artinya dan tidak langsung dapat diingat dan dirasakan serta diaplikasikan oleh dokter-dokter di Indonesia sekarang ini. Maka dari itu saya memilih memelesetkan kata “dedikasi” tersebut menjadi “dia-dikasih”, sehinga maksud saya membuat tulisan ini pun saya harap akan lebih mudah dimengerti serta isinya juga akan mudah diresapi. Walaupun jelas sedikit demi sedikit memaparkan maksud arti dedikasi yang sebenarnya khususnya untuk profesi dokter. Maka jadilah judul tulisan saya kali ini “Dokter, ‘dia-dikasih’ untuk bangsa”.

Ya, tidak lain dan tidak bukan dokter “dikasih” oleh Allah kepada bangsa kita ini semata-mata untuk menjalankan tugasnya sebagai manusia yaitu beribadah kepada-Nya dan tentu mendedikasikan dirinya pada bangsanya, yang dalam hal ini adalah Bangsa Indonesia. Maka jika masih ada dokter-dokter yang tidak ingin berdedikasi, tidak ingin mengorbankan tenaga, pikiran, dan waktunya, apalagi yang dari awal ingin menjadi dokter hanya untuk mendapatkan uang dan gaji yang banyak, maka walaupun ia telah bergelar “dr.” di depan namanya, tidak pantas ia disebut dokter. Sama sekali tidak pantas.

Kita lihat saja, menurut Yati Soenarto, Guru Besar Pediatric Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada yang juga Peraih Penghargaan Achmad Bakrie untuk kategori keokteran, penghargaan tersebut membangkitkan semangat untuk terus melakukan penelitian. Sebab bagi dokter, melakukan penelitian berarti kehilangan waktu untuk lebih banyak buka praktik melayani pasien yang otomatis mengurangi pendapatan[3]. Salah satu bentuk dedikasi yang konkret, mengorbankan tenaga dan pikiran jelas dibutuhkan dalam melakukan penelitian, dan seperti yang telah beliau tuturkan, dalam melakukan penelitian waktu juga harus dikorbankan, dan harapan memperoleh pendapatan yang besar pun harus ditinggalkan jauh-jauh. Hal itu lagi-lagi dilakukan baik demi dunia kedokteran serta demi bangsa Indonesia.

Selanjutnya, tidak hanya sampai di situ, seorang dokter bernama Nurhayati Hamzah, seorang dokter kelahiran Balikpapan, menjelaskan bahwa dirinya sebagai dokter muda mempunyai suatu tugas penting untuk memperbaiki kesehatan masyarakat, “Hanya memberikan dedikasi terbaik,” ujarnya. Dan didasarkan pada niat berdedikasi tersebut, ia bercita-cita untuk membuka klinik sendiri[4]. Maka, apakah bentuk dedikasi dokter itu sempit? Saya pikir tidak, dedikasi sendiri tidak pernah mengikat, yang dibutuhkan hanya dua hal, pengorbanan dan harapan atas keberhasilan suatu usaha atau tujuan mulia.

Unsur selanjutnya yang ingin saya angkat dari arti kata dedikasi adalah tujuan mulia. Dokter sering dianggap sebagai profesi yang mulia karena mereka bertugas membantu mengobati orang sakit—karena jelas yang dapat mengobati dan menyembuhkan orang yang sakit adalah Allah SWT—dan membantu menjaga masyarakat agar tetap sehat. Kesehatan adalah barang yang mahal, benar, maka dibutuhkan pemahaman atas tujuan yang mulia tersebut serta pemahaman bahwa dokter adalah profesi yang mengemban amanah besar, dan pada Al-Qur’an Surat Al-Anfal ayat 27 pun Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan janganlah kamu mengkhianati amanah-amanah yang dipercayakan kepadamu, sedangkan kamu mengetahui.” Betapa besar tanggung jawab dokter jika kita benar benar mengerti dan meresapi.

Akan tetapi, pemahaman, dan pengertian akan tujuan yang mulia itu tidak akan bisa ditanamkan hanya mulai ketika menjadi ko-ass, namun sejak dini, paling tidak sejak dokter-dokter tersebut berada pada tahap mahasiswa kedokteran. Para mahasiswa keokteran harus banyak dipaparkan pada masalah kesehatan yang ada pada lingkungannya, dan diajarkan lebih banyak untuk mengkaji masalah-masalah tersebut, mencari solusinya, sehingga mereka sejak menjadi mahasiswa kedokteran sudah memiliki impian besar, serta tujuan yang mulia untuk menyehatkan bangsa Indonesia. Karena yakinlah, tanpa target yang jelas, impian yang besar, dan tujuan yang mulia, akan sangat sulit untuk mengorbankan tenaga, pikiran, dan waktu, akan sangat sulit untuk memberikan dedikasi penuh.

Dokter-dokter Indonesia sejak dulu sudah banyak yang menjadi orang besar, banyak yang namanya dijadikan nama rumah sakit sebagai sarana untuk mengenang jasa mereka, banyak pula yang bahkan menjadi orang besar di bidang militer serta politik, dan sekarang makin banyak penelitian dokter Indonesia yang diapresiasi oleh masyarakat dunia. Maka apakah kita sebagai dokter atau mahasiswa kedokteran mau diam saja? Apakah kita masih tidak mau mendedikasikan diri kita untuk bangsa kita sendiri? Atau bahkan masih hanya ingin memikirkan kesejahteraan kita sendiri tanpa memikirkan di luar sana banyak yang membutuhkan pengorbanan tenaga, pikiran, dan waktu kita? Jika memang seperti itu artinya kita sudah mengkhianati amanah yang telah kita pilih sendiri, bahkan kita telah mengkhianati amanah yang telah diberikan oleh Allah SWT, karena bagi rakyat Indonesia, dokter-dokter itu diberikan oleh Allah kepada mereka untuk berdedikasi penuh kepada bangsanya bukan hanya untuk dirinya sendiri. Maka sekali lagi, dokter, “dia-dikasih” untuk bangsa, bangsa Indonesia.


[1] http://bahasa.kemendiknas.go.id/kbbbi/index.php.
[2] Ibid.
[3] http://nasional.vivanews.com/news/read/169326-dedikasi-dokter-peraih-achmad-bakrie-award
[4] http://www.balikpapanpos.co.id/index.php?mib=berita.detail&id=74454

No comments:

Post a Comment