Senyum,
ya, hal itulah yang saya lakukan secara spontan ketika melihat contoh
penggunaan kata dedikasi pada Kamus Besar Bahasa Indonesia. Bagaimana tidak?
Contoh penggunaan yang tertera pada kamus tersebut adalah “dokter itu
berdedikasi pada ilmunya (profesinya)”[1].
Bahkan ketika orang pertama kali mencari arti kata dedikasi pada kamus besar
yang berisi seluruh kata dalam bahasa Indonesia dan dijelaskan dengan
komprehensif arti dan contoh penggunaannya, profesi yang akan teringat adalah
dokter, sebagai orang yang berdedikasi.
Jelas yang dapat mendedikasikan dirinya untuk
bangsa bukan hanya dokter, seluruh profesi pun bisa dijadikan sarana untuk
berdedikasi kepada bangsa jika memang pemilik profesi tersebut memiliki tujian
yang mulia. Kita bisa mengambil profesi satpam sebagai contohnya. Mungkin
banyak dari kita yang mencibir profesi tersebut seraya berkata, “Ah, tidak ada
satpam pun semuanya akan tetap aman kok, paling yang mereka kerjakan hanya
duduk, diam, merokok.” Memang benar, tugas mereka hanyalah menjaga, jika ada
sesuatu yang salah, barulah mereka berindak, namun coba tanya pada diri kita
sendiri, apakah kita mau menjadi satpam? Apakah kita mau menjaga ketertiban dan
keamanan daerah yang ditugaskan kepadanya untuk dijaga? Jika di negeri kita ini
tidak ada satpam, saya yakin, polisi pun enggan jika harus berpencar menjaga
sebuah tempat kecil, dan hasilnya tempat itu pun, jika tidak ada satpam yang
ingin mendedikasikan dirinya demi keamanan, tidak akan ada yang dapat menjamin
keamanan. Profesi sederhana? Mungkin terlihat seperti itu, namun tanggung
jawabnya besar.
Lalu untuk arti kata dedikasi sendiri menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pengorbanan tenaga, pikiran, dan waktu demi
keberhasilan suatu usaha atau tujuan mulia[2].
Dan kata dedikasi ini pun sangat erat hubungannya dengan kata pengabdian. Arti
dedikasi pada kamus tersebut pun sebenarnya sudah sangat jelas dan konkret,
namun jika saya merasa jika saya memilih judul “Dokter, dan dedikasinya untuk
bangsa” sebagai judul tulisan saya kali ini, kata dedikasi pada kalimat
tersebut mungkin bagi sebagian orang masih akan terasa terlalu luas artinya dan
tidak langsung dapat diingat dan dirasakan serta diaplikasikan oleh dokter-dokter
di Indonesia sekarang ini. Maka dari itu saya memilih memelesetkan kata “dedikasi” tersebut menjadi “dia-dikasih”,
sehinga maksud saya membuat tulisan ini pun saya harap akan lebih mudah
dimengerti serta isinya juga akan mudah diresapi. Walaupun jelas sedikit demi
sedikit memaparkan maksud arti dedikasi yang sebenarnya khususnya untuk profesi
dokter. Maka jadilah judul tulisan saya kali ini “Dokter, ‘dia-dikasih’ untuk
bangsa”.
Ya, tidak lain dan tidak bukan dokter
“dikasih” oleh Allah kepada bangsa kita ini semata-mata untuk menjalankan
tugasnya sebagai manusia yaitu beribadah kepada-Nya dan tentu mendedikasikan
dirinya pada bangsanya, yang dalam hal ini adalah Bangsa Indonesia. Maka jika
masih ada dokter-dokter yang tidak ingin berdedikasi, tidak ingin mengorbankan
tenaga, pikiran, dan waktunya, apalagi yang dari awal ingin menjadi dokter
hanya untuk mendapatkan uang dan gaji yang banyak, maka walaupun ia telah
bergelar “dr.” di depan namanya, tidak pantas ia disebut dokter. Sama sekali
tidak pantas.
Kita lihat saja, menurut Yati Soenarto, Guru
Besar Pediatric Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada yang juga Peraih
Penghargaan Achmad Bakrie untuk kategori keokteran, penghargaan tersebut
membangkitkan semangat untuk terus melakukan penelitian. Sebab bagi dokter,
melakukan penelitian berarti kehilangan waktu untuk lebih banyak buka praktik
melayani pasien yang otomatis mengurangi pendapatan[3].
Salah satu bentuk dedikasi yang konkret, mengorbankan tenaga dan pikiran jelas
dibutuhkan dalam melakukan penelitian, dan seperti yang telah beliau tuturkan,
dalam melakukan penelitian waktu juga harus dikorbankan, dan harapan memperoleh
pendapatan yang besar pun harus ditinggalkan jauh-jauh. Hal itu lagi-lagi
dilakukan baik demi dunia kedokteran serta demi bangsa Indonesia.
Selanjutnya, tidak hanya sampai di situ,
seorang dokter bernama Nurhayati Hamzah, seorang dokter kelahiran Balikpapan,
menjelaskan bahwa dirinya sebagai dokter muda mempunyai suatu tugas penting
untuk memperbaiki kesehatan masyarakat, “Hanya memberikan dedikasi terbaik,”
ujarnya. Dan didasarkan pada niat berdedikasi tersebut, ia bercita-cita untuk
membuka klinik sendiri[4].
Maka, apakah bentuk dedikasi dokter itu sempit? Saya pikir tidak, dedikasi
sendiri tidak pernah mengikat, yang dibutuhkan hanya dua hal, pengorbanan dan
harapan atas keberhasilan suatu usaha atau tujuan mulia.
Unsur selanjutnya yang ingin saya angkat dari
arti kata dedikasi adalah tujuan mulia. Dokter sering dianggap sebagai profesi
yang mulia karena mereka bertugas membantu mengobati orang sakit—karena jelas
yang dapat mengobati dan menyembuhkan orang yang sakit adalah Allah SWT—dan
membantu menjaga masyarakat agar tetap sehat. Kesehatan adalah barang yang
mahal, benar, maka dibutuhkan pemahaman atas tujuan yang mulia tersebut serta
pemahaman bahwa dokter adalah profesi yang mengemban amanah besar, dan pada
Al-Qur’an Surat Al-Anfal ayat 27 pun Allah berfirman, “Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan janganlah
kamu mengkhianati amanah-amanah yang dipercayakan kepadamu, sedangkan kamu
mengetahui.” Betapa besar tanggung jawab dokter jika kita benar benar mengerti
dan meresapi.
Akan tetapi, pemahaman, dan pengertian akan
tujuan yang mulia itu tidak akan bisa ditanamkan hanya mulai ketika menjadi
ko-ass, namun sejak dini, paling tidak sejak dokter-dokter tersebut berada pada
tahap mahasiswa kedokteran. Para mahasiswa keokteran harus banyak dipaparkan
pada masalah kesehatan yang ada pada lingkungannya, dan diajarkan lebih banyak
untuk mengkaji masalah-masalah tersebut, mencari solusinya, sehingga mereka
sejak menjadi mahasiswa kedokteran sudah memiliki impian besar, serta tujuan
yang mulia untuk menyehatkan bangsa Indonesia. Karena yakinlah, tanpa target
yang jelas, impian yang besar, dan tujuan yang mulia, akan sangat sulit untuk
mengorbankan tenaga, pikiran, dan waktu, akan sangat sulit untuk memberikan
dedikasi penuh.
Dokter-dokter Indonesia sejak dulu sudah
banyak yang menjadi orang besar, banyak yang namanya dijadikan nama rumah sakit
sebagai sarana untuk mengenang jasa mereka, banyak pula yang bahkan menjadi
orang besar di bidang militer serta politik, dan sekarang makin banyak
penelitian dokter Indonesia yang diapresiasi oleh masyarakat dunia. Maka apakah
kita sebagai dokter atau mahasiswa kedokteran mau diam saja? Apakah kita masih
tidak mau mendedikasikan diri kita untuk bangsa kita sendiri? Atau bahkan masih
hanya ingin memikirkan kesejahteraan kita sendiri tanpa memikirkan di luar sana
banyak yang membutuhkan pengorbanan tenaga, pikiran, dan waktu kita? Jika
memang seperti itu artinya kita sudah mengkhianati amanah yang telah kita pilih
sendiri, bahkan kita telah mengkhianati amanah yang telah diberikan oleh Allah
SWT, karena bagi rakyat Indonesia, dokter-dokter itu diberikan oleh Allah
kepada mereka untuk berdedikasi penuh kepada bangsanya bukan hanya untuk
dirinya sendiri. Maka sekali lagi, dokter, “dia-dikasih” untuk bangsa, bangsa
Indonesia.
No comments:
Post a Comment